Home » 2012 » July » 31 » Hikmat Luqman
2:38 AM
Hikmat Luqman
Bersyukurlah kepada Allah! Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Inilah hikmat luar biasa yang Allah berikan kepada Luqman. Sebuah pengertian yang mengungkap makna dari bersyukur serta keutamaan dan kedudukannya bagi diri dan hidup manusia. Luar biasa karena melalui hikmat ini kita menjadi mengerti bahwa bersyukur bukanlah untuk kepentingan Allah melainkan untuk kepentingan diri kita sendiri. Bersyukur adalah kebutuhan alamiah manusia. Bersyukur adalah sebuah jalan bagi manusia untuk dapat terakses kepada kekuatan dasyat dan keluasan hidup yang mengagumkan. Bersyukur adalah sebuah solusi yang dapat menjawab dan melepaskan kita dari segala persoalan hidup yang memenjarakan. Dan bersyukur adalah kunci kebahagiaan. Untuk itu, mencapai kualitas kebersyukuran yang sebaik-baiknya haruslah menjadi sebuah perjuangan bagi setiap manusia yang menghendaki hidup yang penuh berkah dan kedamaian.


Kualitas kebersyukuran seseorang kepada Allah sangatlah dipengaruhi oleh kemampuannya untuk melihat bahwa sesungguhnya ada begitu banyak nikmat yang telah Allah berikan kepadanya; kemampuan untuk menghargai segala sesuatu yang ada padanya, yang telah dikaruniakan Allah untuknya. Sebagai manusia kita sering kali lalai untuk menghargai setiap nikmat yang telah Allah berikan kepada kita, dan bahkan tidak sedikit juga dari kita yang bukan saja lalai melainkan ingkar terhadap segala nikmat Allah atasnya. Kita merasa seolah-olah Allah tidak pernah memberikan apapun kepada kita. Padahal jika kita mau memperhatikan dan menghitung banyaknya nikmat yang Allah berikan, tentu tidaklah dapat kita menghitungnya. Oleh sebab itu upaya untuk menjadi dan tetap sadar akan segala nikmat yang ada pada kita dan menikmati nikmat yang telah Allah beri adalah bagian dari kebersykuran.

Bagi Tuhan sendiri sesungguhnya tidaklah penting apakah manusia bersyukur serta berterima kasih atas segala pemberian-Nya atau tidak. Allah tidaklah menjadi bertambah keagungan dan kemuliaan-Nya karena manusia memuji dan bersyukur kepada-Nya, dan tidak pula menjadi berkurang keagungan dan kemuliaan-Nya lantaran kebanyakan manusia mengingkari dan enggan berterima kasih atas pemberian-Nya. Allah Maha Kaya dan tidak memerlukan suatu apapun dari manusia. Oleh karena itu, adalah hal yang amat penting bagi kita untuk mengerti bahwa bersyukur kepada Allah sekali-kali bukanlah untuk kepentingan Allah melainkan untuk kepentingan diri kita sendiri dan adalah kebutuhan kita sendiri.

Dalam pengelihatan kita-manusia, sering kali berharga dan bernilainya sesuatu menjadi sangat-sangatlah relatif. Segelas air dapat mejadi betul-betul berharga dan begitu nikmat luar biasa ketika kita dalam kehausan yang sangat yang mencekik tenggorokan kita. Tapi dalam kondisi yang biasa-biasa saja, arti dari segalas air pun menjadi biasa pula. Kita juga seringkali baru menyadari bahwa betapa berharganya memiliki sesuatu setelah sesuatu itu lepas dari kita dan tidak lagi menjadi milik kita. Betapa berharganya memiliki tubuh yang sehat yang menjadi nampak begitu jelas ketika kita sedang berada dalam keadaan barbaring tak berdaya karena suatu penyakit, dan betapa berartinya keberadaan orang-orang yang kita kasihi, yang menjadi nampak begitu jelas ketika ketika mereka tidak lagi berada bersama kita, adalah contoh bahwa betapa mudah kita untuk luput dari menghargai berbagai hal yang telah Tuhan karuniakan kepada kita. Disamping itu, hal lain yang juga perlu kita pahami, bahwa seringkali sesuatu yang tadinya begitu berharga dan begitu bahagianya kita karenanya, tapi lama kelamaan ia menjadi tidak menarik lagi, tidak berarti lagi, dan tidak lagi menjadi senang kita karena keberadaannya lantaran kita sudah terlalu biasa dengannya, dan lantaran telah lahirnya keinginan baru yang meluputkan kita dari menghargai apa yang ada pada kita tersebut. Dan atas kenyataan yang demikian itu, senantiasa merasa cukup dengan apa yang ada, dengan apa yang kita miliki, dan senantiasa menjaga keinginan hawa nafsu yang selalu ingin lebih dan lebih, yang selalu mencari yang tidak ada dan yang tidak mengenal kata cukup adalah bagian dari upaya mencapai kebersyukuran.

Kita semua tentu sepakat bahwa setiap manusia apapun kegiatan dan upaya yang dilakukannya, sebenarnya adalah demi dan untuk menjadi bahagialah tujuannya. Kebahagiaan adalah tema utama dari seluruh pencarian manusia. Ia yang mengejar harta, ia yang mengejar jabatan, ia yang sibuk memuaskan dan melampiaskan hawa nafsunya, sampai dengan ia yang khusyuk menempuh jalan spiritual, semuanya sedang berusaha untuk menjadi bahagia. Perbedaan jalan yang dipilih oleh setiap orang hanyalah disebabkan perbedaan kemampuan seseorang dalam melihat dimana kebahagian itu berada dan bilamana kehagiaan itu dapat menjadi miliknya. Ia yang sibuk mengejar dunia dengan segala kemegahan dan kemewahannya adalah lantaran ia melihat bahwa disanalah kebahagiaan berada dan bahwa dengan memiliki segala kemewahan yang ditawarkan oleh dunia inilah ia akan menjadi bahagia. Sedangkan bagi mereka yang menempuh jalan spiritualitas malah mungkin melihat sebaliknya. Mereka justru melihat bahwa kehidupan dunia dengan segala kemegahan dan kemewahannya hanya akan memperbudak dirinya dan menyeretnya dalam penderitaan tak berujung.

Tidak sedikit dalam kehidupan ini kita menyaksikan orang-orang yang telah sampai pada pencapaian tertentu dalam hidup; orang-orang yang telah mapan secara ekonomi dan finansial serta memiliki status sosial yang tinggi, namun belum juga menemukan kebahagiaan yang mereka rindukan dan impikan. Nampak sekali dari banyak kasus serupa yang kemudian membawa kita kepada sebuah kesimpulan bahwa kebahagiaan bukanlah ditentukan dari berapa banyak materi yang kita punya dan berapa tinggi status sosial yang telah kita capai. Rupanya, hidup yang demikian itu hanyalah mampu memberi sepotong kebahagiaan yang tidak pernah benar-benar mengenyangkan jiwa kita yang rindu untuk dekat dengan Tuhan dan hanya merasa damai ketika ia tahu bahwa Tuhan ridha kepadanya. Lantaran itulah kemudian kita harus dapat menata hidup kita secara seimbang. Bukan saja hanya sibuk memenuhi kebutuhan jasmani kita, tapi kita juga harus senantiasa memperhatikan kubutuhan-kebutuhan rohaniah kita.

Sudah menjadi kecenderungan manusialah untuk selalu mengukur dan menilai sesuatu dengan sebuah perbandingan. Kita akan kesulitan untuk menyebut sesuatu itu baik sebelum menemukan sesuatu yang buruk. Kita tidak dapat mengatakan bahwa ini lebih baik sebelum menemukan sesuatu yang lebih jelek dari itu. Dalam hal bersyukur, sering kali juga akhirnya kita selalu mengandalkan kemampuan kita untuk mencari pembanding bagi keadaan kita. Sering kali kita menganggap dan merasa diri kita beruntung jika kita mendapati orang lain yang keadaannya tidak seberuntung kita. Dan dengan kecenderungan kita yang selalu mencari data pembanding dalam mengukur dan menilai, kebersyukuran kita akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan kita untuk selalu melihat ke bawah. Melihat seberapa beruntungnya kita dengan membandingkannya terhadap orang-orang yang tidak seberuntung kita. Namun cara yang demikian ini dapat menjadi sebuah jalan buntu bagi orang-orang yang memang berada di garis bawah. Kemana mereka harus mencari pembanding? Kemana mereka harus melihat? Oleh sebab itulah jalan yang paling disarankan adalah jalan ihlas menerima diri kita sebagaimana adanya. Melihat kebaikan Tuhan dalam segala keadaan. Percaya sepenuhnya bahwa Allah Maha Baik, Maha Adil, lagi Maha Bijaksana. Bahwa Allah tidak pernah sekejap pun berhenti menjadi Sang Maha Pengasih dan Penyayang. Melihat bahwa ketika kita bisa makan hari ini, itu adalah karena kebaikan Tuhan dan itu terjadi di atas kemungkinan tidak bisa makannya kita di hari ini. Artinya, Allah lebih memilih untuk memberi kita makan di hari ini, padahal Dia bisa saja memutuskan untuk tidak menyediakan makan bagi kita hari ini. Ketika kita selamat sampai di rumah sepulang dari kantor, itu adalah karena kebaikan Tuhan dan itu terjadi di atas kemungkinan tidak selamatnya kita sampai di rumah. Tuhan bisa saja memutuskan kita mendapat celaka di jalan, tapi Dia tidak memilih itu. Dia memilih keselamatan bagi kita. Intinya apapun kondisi dan keadaan kita, temukanlah kebaikan Tuhan padanya. Sesungguhnya Allah bisa saja memutuskan sesuatu yang lebih buruk dari itu jika Dia berkehendak. Dan tidak ada kata yang pantas kita ucapakan kepada-Nya selain dari kata Terima Kasih, apapun keadaan kita.

Category: Tata Jiwa | Views: 764 | Added by: edy | Tags: bersyukur, syukur | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
ComForm">
avatar