Home » 2014 » December » 4 » Meditasi adalah sumbernya, kasih sayang mengalir melimpah dari sumber itu.
1:38 PM
Meditasi adalah sumbernya, kasih sayang mengalir melimpah dari sumber itu.

Meditasi adalah sumbernya, kasih sayang mengalir melimpah dari sumber itu.

Meditation is the source, compassion is the overflow of that source.

Orang-orang yang tidak meditatif tidak memiliki energi untuk cinta, untuk kasih sayang, untuk perayaan. Orang-orang yang tidak meditative tidak terhubung dengan sumber energi di dalam dirinya, ia tidak terhubung dengan sang samudera. Ia hanya memiliki sedikit energi yang berasal dari makanan, dari udara, dari hal-hal materi- ia hidup dengan energy-energi fisik. Energi fisik memiliki batasan. Energi fisik terbentuk pada suatu waktu tertentu, lalu habis dalam beberapa waktu berikutnya. Energi fisik ini ada diantara kelahiran dan kematian. Energy fisik itu seperti lampu minyak yang menyala karena ada minyaknya, begitu minyaknya habis, nyala apinya pun lenyap.

The nonmeditative man has no energy for love, for compassion, for celebration. The nonmeditative person is disconnected from his own source of energy; he is not in contact with the ocean. He has a little bit of energy that is created by food, by air, by matter -- he lives on physical energy. Physical energy has limitations. It is born at a certain moment in time, and it dies at another moment in time. Between birth and death it exists. It is like a lamp that burns because of the oil in it -- once the oil is exhausted, the flame goes out.

Orang-orang yang meditatif mengetahui sesuatu yang tidak terbatas, mereka terjembatani dengan sumber energi yang tidak pernah abis. Mereka menyala terus, nyala mereka tidak pernah lenyap. Nyala itu tidak dapat lenyap, karena nyala itu tidak pernah muncul atau berawal. Nyala itu tidak pernah mati, karena nyala itu tidak pernah tercipta.

The meditative person comes to know something of the infinite, becomes bridged with the inexhaustible source of energy. His flame goes on and on, his flame knows no cessation. It cannot disappear, because in the first place it never appears. It cannot die, because it is unborn. 

Bagaimana menjembatani seseorang dengan sumber energi kehidupan yang tidak pernah habis itu, yang berlimpah, yang begitu kaya? Engkau dapat menyebut energi yang tidak pernah habis itu sebagai Tuhan, atau engkau dapat menyebutnya kebenaran atau hakikat, atau dengan apa pun engkau ingin menyebutnya. Tapi satu hal yang pasti, bahwa setiap manusia adalah ombak dari sesuatu yang tidak terbatas. Jika sang ombak melihat ke dalam, ia akan menemukan sesuatu yang tidak terbatas itu. Jika sang ombak ini terus menerus melihat ke luar ia akan tetap tidak terhubung, tidak terhubung dari kerajaannya sendiri, tidak terhubung dari sifat alaminya.

How to bridge oneself with this inexhaustible source of life, abundance, richness? You can call that inexhaustible source God or you can call it truth or anything that you wish to call it. But one thing is absolutely certain; that man is a wave of something infinite. If the wave looks inward it will find the infinite. If it goes on looking outwards it remains disconnected -- disconnected from its own kingdom, disconnected from its own nature.

Jesus menyebut sifat alami itu sebagai kerajaan Tuhan. Ia berkali-kali mengatakan “Kerajaan Tuhan ada di dalam dirimu. Pergilah ke dalam.” Meditasi tidak lain adalah jembatan untuk melangkah ke dalam. Sekali meditasi itu terjadi, satu-satunya hal yang tersisa untuk terjadi adalah kasih sayang.

Jesus calls this nature the kingdom of God. He again and again says, "The kingdom of God is within you. Go within." Meditation is nothing but a bridge to go within. Once meditation has happened, the only thing that remains to happen is compassion.

Buddha, asal mula guru di garis perguruann Atisha, mengatakan, jika kasih sayang belum menjelma di dalam dirimu, jangan pernah puas dengan meditasi saja. Engkau baru pergi setengah jalan, engkau masih harus berjalan sedikit lebih jauh lagi. Jika meditasi yang engkau lakukan itu benar, maka akan berlimpah dengan aliran kasih sayang. Seperti halnya ketika lampu dinyalakan dan langsung memancarkan cahaya, cahaya lampu itu lansung melenyapkan kegelapan, begitu lampu di dalam diri menyala, kasih sayang adalah sinarnya. 

Buddha, the original master in Atisha's line, said that unless compassion happens, don't remain contented with meditation itself. You have gone only halfway, you have yet to go a little further. Meditation, if it is true, is bound to overflow into compassion. Just as when a lamp is lit it immediately starts radiating light, it immediately starts dispersing darkness, once the inner light is lit, compassion is its radiation.

Kasih sayang adalah satu-satunya bukti bahwa meditasi telah menjelma, menjadi ada, telah terjadi. Cinta adalah harum yang membuktikan bahwa teratai dengan seribu kelopak di dalam dirimu yang paling dalam telah mekar, musim semi telah tiba, dan engkau bukan lagi orang yang sama dari sebelumnya, personaliti telah lenyap dan individu telah lahir, dan engkau tidak lagi tinggal di dalam gelap, engkau adalah cahaya.

Compassion is the proof that meditation has happened. Love is the fragrance that proves that the one-thousand-petaled lotus in the innermost core of your being has bloomed, that the spring has come -- that you are no more the same person you used to be, that personality has ceased and individuality is born, that you are not living any more in darkness, that you are light.

Diambil dari : The Book of Wisdom. (Ceramah mengenai tujuh point latihan pikiran Atisha). Chapter 5. Sowing White Seeds

Taken from: The Book of Wisdom (Discourses on Atisha's Seven Points of Mind Training). Chapter 5. Sowing White Seeds

Category: Paham Osho | Views: 713 | Added by: edy | Tags: osho, spiritualitas, meditasi | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
ComForm">
avatar