Home » 2014 » May » 27 » Lima Lapisan Kesadaran Manusia
3:01 PM
Lima Lapisan Kesadaran Manusia

Manusia memiliki begitu banyak lapisan kesadaran. Di antaranya ada lima lapisan utama:

LAPISAN FISIK, yang ditentukan oleh makanan. Makanan yang dikonsumsi menentukan kesehatan fisik. Untuk kegiatan Anda sehari-hari, Anda menggunakan fisik Anda. Lapisan fisik ini dikendalikan oleh lapisan berikutnya, yaitu:

LAPISAN ENERGI/PSIKIS, yang Anda peroleh dari alam sekitar Anda, lewat pernapasan dan sebagainya. Anda bisa hidup tanpa makan untuk beberapa minggu. Anda mungkin dapat mempertahankan kehidupan tanpa air untuk beberapa hari. Tetapi sudah pasti tidak dapat mempertahankan kehidupan tanpa napas, tanpa energi. Selama ini kita berpikir bahwa kita bernapas hanya lewat hidung, atau lewat mulut. Tidak benar, Apabila seluruh badan Anda dioles dengan sesuatu yang dapat menutupi pori-pori, tetap dibiarkan terbuka tana olesan apa pun, Anda tetap juga tidak dapat mempertahankan kehidupan. Kesimpulannya: Anda bernapas bukan hanya lewat hidung atau mulut saja, tetapi lewat setiap pori-pori Anda. Sehingga seseorang yang ditanam di bawah tanah selama beberapa hari dan masih hidup, sebenarnya hanya memindahkan proses pernapasannya dari hidung dan mulut ke bagegitu banyak pori-pori badan. Ia tetap bernapas. Ini merupakan teknik yang dapat dikuasai dengan latihan. Ini belum meditasi. Banyak sekali latihan yang berkaitan dengan lapisan energi. Memang baik sekali, tetapi ya itu saja: kesehatan fisik. Latihan-latihan tenaga dalam dan berbagai macam latihan lainnya yang menggunakan energi hanya dapat membantu badan kita. Sehingga penyembuhan yang terjadi tidak permanen. Fisik hanya merupakan salah satu dari sekian banyak lapisan kesadaran yang membentuk kepribadian manusia. Apabila kita menginginkan kesehatan secara menyeluruh, lapisan-lapisan yang lain juga harus diolah. Lapisan energi sendiri dikendalikan oleh lapisan berikutnya, yaitu:

LAPISAN MENTAL/EMOSIONAL, yang selama ini memperbudak kita. pikiran yang kacau akan membuat napas kita kacau. Dalam keadaan marah, kita ngos-ngosan. Dalam keadaan tenang, napas kita ikut tenang juga. Seluruh kepribadian kita selama ini dikendalikan oleh lapisan mental/emosional.Kita bicara tentang lapisan mental dulu. Untuk kita ketahui bahwa apa yang kita sebut pikiran karena keterbatasan-keterbatasan kosa-kata kita, sebenarnya merupakan terjemahan dua kata yang berbeda makna dalam bahasa inggris. Yang satu thought, yang lainnya mind. Thought adalah pikiran. Mind merupakan akumulasi thoughts. Untuk mempermudah pemahaman Anda, setelah ini, saya terpaksa menggunakan dua istilah asing ini. Apabila Anda melihat sesuatu-melihat jam tangan yang mahal misalnya – apa yang terjadi? Muncul thought pertama, “Ah jam tangan itu indah.” Muncul lagi thought kedua, “Kira-kira berapa ya harganya?” Selanjutnya muncul thought ketiga, “Coba tanya harganya.” Setelah megetahui harganya muncul thought lagi, “Uh mahal – siapa saja yang dapat membeli jam tangan semahal itu?” Akumulasi dari berbagai macam thoughts yang saling berkaitan ini melahirkan mind. Mind menciptakan keinginan. Sekarang Anda ingin memiliki jam tangan itu. Keinginan memicu tindakan. Dengan cara wajar atau tidak wajar. Anda akan berupaya untuk mengumpulkan uang agar dapat membelinya. Dalam proses itu. Apabila Anda cukup peka dan sadar akan pernapasan. Anda dapat membedakan : saat excited pola napas Anda lain, sebelum melihat jam tangan tadi pola napas Anda lain. Setelah muncul keinginan untuk memilikinya, pola napas Anda lain lagi.Sebaliknya, apabila setelah munculnya thought pertama, “Berapa indahnya jam tangan itu” tidak ada thought lain yang muncul, Anda tidak akan terseret dalam permainan pikiran dan kelak tidak akan terjadi akumulasi thoughts, sehingga tidak dapat melahirkan mind. Tanpa mind, tidak ada keinginan. Tanpa keinginan tidak ada kolusi, korupsi dan lain sebagainya. Untuk melampaui mind, kita harus memahami lapisan kembarnya yaitu:
Lapisan emosional kita. emosi hendaknya jangan diasosiasikan dengan amarah saja, sebagaimana biasanya dilakukan. Amarah merupakan emosi, tetapi begitu pula dengan cinta, benci, takut dan lain sebagainya. Emosi berarti rasa.Rasa dapat mengendalikan pikiran (mind). Rasa itu irasional, tidak ada logikanya. Jangan mencari logikanya. Seorang raja dapat meinggalkan takhtanya karena cinta, mana logikanya?Ajaran-ajaran agama berperan pada lapisan ini. Diajarkan cinta terhadap Tuhan. Dianjurkan penyerahan total terhadap Kehendak Allah. Semuanya itu, untuk mengembangkan rasa, sehingga pikiran dapat terkendalikan. Namun selama ini apa yang terjadi masih jauh dari harapan para pendiri agama. Para tokoh agama masa kini begitu mementingkan akal dan pikiran, sehingga rasa tidak pernah berkembang. Itu sebabnya penyerahan diri kita tidak pernah total. Pikiran pun tidak terkendali – bahkan melahirkan fanatisme, yang masih merupakan hasil mind.

LAPISAN INTELEJENSIA, bukan lapisan intelek. Kita harus bisa membedakannya. Intelek dapat diperoleh dari sumber-sumber di luar kita. anda dapat menguasai teknologi dan menjadi teknokrat. Anda dapat menguasai berbagai macam ilmu dan menjadi intelektual. Tetapi belum tentu Anda soerang yang memiliki intelejensia.Intelejensia merupakan nurani Anda, sesuatu yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kepribadian Anda. Siapa yang mengajar bagaimana cara mendapatkan air susu dari ibu? Ini merupakan intelejensia. Alam sudah menempatkan intelejensia itu dalam diri kita sejak kelahiran kita, sehingga seorang anak petani bisa menjadi kepala negara, ini adalah intelejensia. Intelejensia ini mungin dapat diterjemahkan sebagai “budi pekerti”, yang tidak sama dengan moral. “Budi pekerti” berarti Buddi (intelek) yang kita peroleh dari Prakriti (Alam). Ajaran moral tidak merupakan budi pekerti. Moralitas kita bisa berubah-rubah mengikuti situasi dan kondisi. Bahkan dalam situasi dan kondisi yang sama pun, apa yang dianggap moral oleh sesuatu kelompok belum tentu moral bagi kelompok lain. Intelejensia membuat seseorang menjadi bijak. Pendidikan dalam bentuk apa pun, entah pendidikan formal akademis, maupun informal non-akademis hanya dapat membuat Anda menjadi intelektual. Intelenjensia berkembang berdasarkan pengalaman-pengalaman yang Anda peroleh dalam kehidupan ini. Semakin terbuka Anda, semakin banyak pengalaman yang akan Anda peroleh. Rasa Anda semakin berkembang. Anda semakin kaya dan semakin bijak. Ajaran-ajaran agama bertujuan untuk mengantarkan Anda ke tingkat ini. Al-Quran melihat Wajah Allah di mana-mana. Injil melihat Kerajaan Allah di mana-mana. Veda melihat persatuan di balik perbedaan. Dhammapada melihat Dharma sehagai Yang Tunggal. Namun, disebabkan oleh para tokoh agama yans saat ini sibuk menularkan kepicikan diri mereka dan fanatisme yang tidak sehat, kita tidak pernah sampai ke tingkat intelejensia, di mana dapat menerima kehidupan seutuhnya. Kita berhenti pada tingkat sebelumnya, dan itu yang menyebabkan terjadinya kegelisahan, perang, konflik, stress dan lain sebagainya. Pemekaran setiap lapisan kesadaran di atas melahirkan fenomena baru, yaitu:

Kesadaran spiritual atau yang disebut Kesadaran Murni di sini, Saya mengatakan kelaairan, karena begitulah keyakinan saya. Spiritualistas tidak dapat berkembang tanpa landasan intelenjensia. Mereka yang masih melihat perbedaan, melihat kehidupan hanya dari satu sisi, memilah suka dari duka, kelahiran dari kematian, belum mengalami kelahiran spiritualitas dalam dirinya. Mereka masih mandul.

LAPISAN KESADARAN MURNI merupakan hasil akhir pemekaran kepribadian manusia. Ia mulai melihat bahwa kelahiran dan kematian hanyalah dua sisi kehiduppan. Kehidupan meliputi keduda-duanya.Tidak ada yang dapat membuat dia gelisah lagi. Ia melampaui cita-citanya. Demikian ia menjadi sehat secara keseluruhan. Melakoni kehidupan dengan kesadaran seperti itu baru dapat disebut hidup meditatif.

Anand Krishna, dikutip dari buku : SENI MEMBERDAYA DIRI 1
Meditasi untuk Manajemen Stres & Neo Zen Reiki untuk Kesehatan Jasmani dan Rohani

Category: Tata Jiwa | Views: 1272 | Added by: edy | Tags: spiritual, jiwa, anand krishna, kesadaran, manusia | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
ComForm">
avatar