Home » 2014 » April » 15 » Sejarah Hari Kebangkitan Nasional
10:04 AM
Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Kebangkitan Nasional merupakan masa bangkitnya semangat nasionalisme, persatuan, kesatuan,  dan kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Negara Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan 350 tahun oleh Negara Belanda. Kebangkitan Nasional ditandai dengan 2 peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 dan ikrar Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli. Pada tahun 1912  partai politik pertama Indische Partij berdiri. Ditahun 1912 itu juga berdiri Sarekat Dagang Islam (Solo) yang didirikan oleh Haji Samanhudi mendirikan, KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta serta Dwijo Sewoyo dan kawan-kawan mendirikan Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera di Magelang Jawa Timur.

Suwardi Suryoningrat yang tergabung dalam Komite Boemi Poetera, menulis Als ik eens Nederlander was (Seandainya aku orang Belanda), pada tanggal 20 Juli 1913 yang memprotes keras rencana pemerintah  Belanda merayakan 100 tahun kemerdekaannya di Hindia Belanda. Karena tulisan inilah dr. Tjipto Mangunkusumo serta Suwardi Suryoningrat dihukum dan diasingkan ke Banda dan Bangka, tetapi “karena boleh memilih”, keduanya dibuang ke Negeri Belanda. Namun Di sana Suwardi justru belajar ilmu pendidikan dan dr. Tjipto karena sakit dipulangkan ke Indonesia.

Tokoh-tokoh sejarah kebangkitan nasional, antara lain: Gunawan, Sutomo, dr. Tjipto Mangunkusumo, dr. Douwes Dekker, Suwardi Suryoningrat (Ki Hajar Dewantara), dan lain-lain. Tanggal 20 Mei 1908, berdirinya Boedi Oetomo, dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Sejarah Singkat Boedi Oetomo

Bangsa Indonesia, yang dijajah oleh Belanda, hidup dalam penderitaan dan kebodohan selama ratusan tahun. Bahkan tingkat kecerdasan rakyat, sangat rendah. Hal ini adalah pengaruh sistem kolonialisme yang berusaha untuk “membodohi” dan “membodohkan” bangsa jajahannya.

Politik ini jelas terlihat pada gambaran berikut:

Pengajaran sangat kurang, bahkan setelah menjajah selama 250 tahun tepatnya pada 1850 Belanda mulai memberikan anggaran untuk anak-anak Indonesia, itupun sangat kecil.
Pendidikan yang disediakan tidak banyak, bahkan pengajaran tersebut hanya ditujukan untuk menciptakan tenaga yang bisa baca tulis dan untuk keperluan perusahaan saja.

Keadaan yang sangat buruk ini membuat dr. Wahidin Soedirohoesodo yang mula-mula berjuang melalui surat kabar Retnodhumilah, menyerukan pada golongan priyayi Bumiputera untuk membentuk dana pendidikan. Namun usaha tersebut belum membuahkan hasil, sehingga dr. Wahidin Soedirohoesodo harus terjung ke lapangan dengan berceramah langsung.

Berdirinya Boedi Oetomo

Dengan R. Soetomo sebagai motor, timbul niat di kalangan pelajar STOVIA di Jakarta untuk mendirikan perhimpunan di kalangan para pelajar guna menambah pesatnya usaha mengejar ketertinggalan bangsa.

Langkah pertama yang dilakukan Soetomo dan beberapa temannya ialah mengirimkan surat-surat untuk mencari hubungan dengan murid-murid di kota-kota lain di luar Jakarta, misalnya: Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Magelang.

Pada hari Sabtu tanggal 20 Mei 1908 pukul 9 pagi, Soetomo dan kawan-kawannya: M. Soeradji, M. Muhammad saleh, M. Soewarno, M. Goenawan, Soewarno, R.M. Goembrek, dan R. Angka berkumpul dalam ruang kuliah anatomi. Setelah segala sesuatunya dibicarakan masak-masak, mereka sepakat memilih “Boedi Oetomo” menjadi nama perkumpulan yang baru saja mereka resmikan berdirinya.

“Boedi” artinya perangai atau tabiat sedangkan “Oetomo” berarti baik atau luhur. Boedi Oetomo yang dimaksud oleh pendirinya adalah perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan atas keluhuran budi, kebaikan perangai atau tabiat, kemahirannya.

Kongres Pertama Boedi Oetomo (3 Oktober – 5 Oktober 1908)

Kongres ini diadakan di Kweekschool atau Sekolah Guru Atas Yogyakarta (Sekarang SMA 11 Yogyakarta) dengan pembicara:

   1. R. Soetomo (STOVIA Weltevreden)
   2. R. Saroso (Kweekschool Yogyakarta)
   3. R. Kamargo (Hoofd der School Magelang)
   4. Dr. MM. Mangoenhoesodo (Surakarta)
   5. M. Goenawan Mangoenkoesoemo

Setelah berlangsung selama tiga hari, kongres yang dipimpin oleh dr. Wahidin Soedirohoesodo mengesahkan Anggaran Dasar Boedi Oetomo yang pada pokoknya menetapkan tujuan perhimpunan sebagai berikut:

Kemajuan yang selaras (harmonis) buat negara dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, kebudayaan (kesenian dan ilmu pengetahuan).

Beberapa prestasi yang diraih oleh Boedi Oetomo diantaranya: penerbitan majalah “Guru Desa”, perubahan pelajaraan Bahasa Belanda di Sekolah Dasar yang semula hanya diajarkan di kelas tiga ke atas berubah menjadi mulai kelas satu, serta mendirikan surat kabar resmi Boedi Oetomo berbahasa Belanda, Melayu, dan Jawa.

Boedi Oetomo telah memberikan teladan dengan berdiri di barisan terdepan membawa panji-panji kesadaran, menggugah semangat persatuan, adalah suatu kenyataan yang tidak boleh dikesampingkan.   

104 tahun yang lalu, tepatnyat 20 Mei 1908, mahasiswa-mahasiswa STOVIA mendirikan sebuah perkumpulan yang kemudian dikenal dengan nama: Budi Utomo. Pendirinya adalah para mahasiswa kedokteran yang berfikiran maju, yaitu: Dr. Sutomo, Dr. Gunawan, dan Dr. Wahidin Sudiro Husodo.
Akan tetapi, sebenarnya, tiga tahun sebelum berdirinya Budi Utomo ini, yaitu 1905, kaum buruh kereta api sudah mendirikan organisasinya: SS Bond (Staatspoorwegen Bond). Lalu tiga tahun kemudian berdirilah serikat buruh kereta api yang sangat radikal, Vereniging Van Spoor-en Tramwegpersoneel (VSTP), di tahun yang sama dengan berdirinya Budi Utomo.

Empat tahun kemudian, tepatnya tahun 1912, lahirlah tiga raksasa dalam pergerakan nasional Indonesia, yaitu Indische Party (Partai Indonesia), Sarekat Islam (SI), dan Perkumpulan Sosial-Demokratis Indonesia (ISDV).

Lenin dalam tulisan “Kebangkitan Asia” di tahun 1913 menyatakan apreasi terhadap kebangkitan gerakan rakyat di Hindia itu dengan berkata: “Telah dimulailah peristiwa yang biasa menjadi periode pra-revolusioner. Partai-partai dan serikat-serikat buruh dibentuk dengan luar biasa cepatnya. Pemerintah melarang mereka, dengan begitu hanya mengipas-ngipasi kebencian dan mempercepat pertumbuhan gerakan itu.”

Sementara Bung Hatta, mantan Wakil Presiden RI yang pertama, menganggap Budi Utomo sebagai pendahuluan timbulnya pergerakan rakyat. “Suatu kenyataan bahwa perasaan kebangsaan sudah bangun, yang pada mulanya merupakan pergerakan sosial. Jadi Budi Utomo itu mau tak mau talah memasuki bidang politik bagian sosial,” kata Hatta.

Jadi, ketika kita menengok kembali sejarah Kebangkitan Nasional, maka diketahui bahwa sejarah kebangkitan nasional bukan dimotori oleh kaum intelektual saja, tetapi juga oleh gerakan buruh. Sejarah politik Indonesia modern selalu mengidentikkan Kebangkitan Nasional hanya dengan kaum intelektual saja, sedangkan pergerakan rakyat yang lain dikesampingkan dari penulisan sejarah tersebut.

Selain itu, jika kita teliti lagi dari berbagai tulisan-tulisan, baik tulisan-tulisan Bung Karno maupun Bung Hatta, kebangkitan nasional yang bermula di Gedung STOVIA itu barulah kebangkitan awal dari pergerakan rakyat Indonesia, yang berarti ada sebuah proses lebih lanjut dan berkepanjangan.

Apakah setelah terwujudnya Indonesia merdeka (maksudnya: proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945), maka semangat kebangkitan nasional ini sudah berakhir? Jelas jawabannya: Tidak. Bung Karno dalam tulisan “Mencapai Indonesia Merdeka” mengatakan, “tetapi kemerdekaan-nasional hanyalah suatu jembatan, suatu syarat, suatu strijdmoment. Di belakang Indonesia Merdeka itu kita kaum Marhaen masih harus mendirikan kita punya gedung Keselamatan, bebas dari tiap-tiap macam kapitalisme.”

Sekarang ini, 104 tahun setelah kebangkitan nasional dan 65 pasca proklamasi kemerdekaan, praktek kolonialisme belum juga menghilang dari bumi Indonesia, malahan mengambil bentuknya yang baru atau sering disebut neo-kolonialisme.

Karena itulah, menurut kami, semangat kebangkitan nasional masih sangat relevan untuk dikobarkan kembali saat ini, terutama sekali saat perjuangan hebat melawan neoliberalisme dan imperialisme.

Budi Utomo Menuju Sarekat Islam
Oleh : Mohammad Hatta .

Sutomo-Tjokro
Kalau kita bertanya dari mana asal pergerakan nasional kita, maka jawabnya, pergerakan nasional itu tentu berasal dari kita sendiri. Tetapi kita boleh bertanya lebih lanjut, pengaruh apakah yang masuk ke dalam pergerakan nasional itu.

Kita hendaknya melihat kembali ke masa “Matahari Terbit di Asia” yang waktu itu disebut masa “Renaissance Asia”. Masa itu bermula dengan kemenangan Jepang terhadap Rusia.

Sebelumnya, dengan bantuan Rusia, Jepang berhasil memperluas daerahnya dengan merebut wilayah Tiongkok. Tetapi oleh Jerman dan Inggris, Jepang didesak untuk menyerahkan sebagian wilayah yang direbutnya itu kepada rusia. Rusia memerlukan daerah yang bebas es, hingga mudah berhubungan dengan negeri-negeri lain. Akhirnya atas bantuan Jerman, Inggris dan Prancis, Jepang terpaksa menyerahkan Port Arthur kepada Rusia.

Sungguhpu Jepang dengan terpaksa telah menyerahkan daerah perluasannya, ia tetap mengadakan persahabaan dengan inggris. Bahkan ada perjanjian, kalau sampai terjadi perang, Inggris tidak akan membantu lawan Jepang.

Karena sudah mendapatkan jaminan, Jepang pun bisa membangun armadanya. Maka pada tahun 1904, Jepang mulai menghantam Rusia. Pada tahun 1905, Rusia berhasil dikalahkan. Kemenangan Jepang terhadap Rusia itu disebut sebagai “Fajar menyingsing bagi Asia”. Kejadian ini amat berpengaruh di Indonesia.

Ada pula pengaruh lain yang justru merupakan pengaruh langsung, yaitu pengaruh kaum intelektual. Kaum intelegensia Indonesia, mereka inilah yang merasakan perkembangan dan suasana baru. Pemimpin Negro di Amerika mengatakan bahwa abad ke-20 ini adalah abad bangsa kulit berwarna.

Maka timbullah pergerakan di Indonesia, pertama melalui kaum intelegensia, dan kedua karena kemenangan Jepang terhadap Rusia seperti dikatakan diatas.

Kebangunan di China mempengaruhi pula kaum muda Cina di Indonesia. Sun Yat Sen berhasil menganjurkan supaya Kerajaan Mansyu dirobohkan dan akhirnya diganti menjadi Republik Cina. Masyarakat Cina di Indonesia ikut bangga akan kemerdekaan Cina. Maka banyak adat-istiadat lama yang mereka buang. Misalnya, orang China dulu memakai cacing (kucir), yang kemudian dipotong dengan paksa. “Cacing ini merupakan adat peninggalan Mansyu, karena itu harus dibuang. Kita mau merdeka, “ kata mereka.

Sikap dan perbuatan orang-orang China yang pada umumnya hidup berdagang ini berpengaruh pula terhadap kaum dagang Cina di Indonesia. Karena itu pada tahun 1911 timbullah gerakan yang kedua.

Tetapi sekarang saya mulai dulu dari gerakan yang pertama yaitu Budi Utomo.

Budi Utomo didirikan di Gedung Stovia, yang sekarang disebut Gedung Kebangkitan Nasional, pada tanggal 20 Mei 1908. Timbul pertanyaan, siapa sebenarnya yang mendirikan Budi Utomo itu? Ada yang mengatakan dr. Wahidin, ada yang mengatakan dr. Sutomo. Pemeriksaan lebih lanjut menetapkan dr. Sutomo.

Kalau kita perhatikan, keduanya benar. Tetapi saya anjurkan agar ahli-ahli sejarah, terutama yang mudah-muda, mencoba menyelidiki materi-materi lama dari surat-surat kabar, surat kabar Belanda atau apa pun, misalnya dari kenang-kenangan orang-orang tua dulu, bagaimana kenyataan yang sebenarnya.

Kenapa nama dua orang itu disebut?

Menurut analisa saya, memang dr.Sutomo, dr.Gunawan dan lain-lain pada masa itu masih mahasiswa Stovia. Sebenarnya dahulu belum disebut mahasiswa, tetapi pelajar sekolah Dokter Jawa. Mereka itu rata-rata berumur 20 tahun. Tentu kita dapat mengerti, sebab dahulu, untuk masuk Stovia harus melalui Sekolah Rakyat (Europeesche Lager Scholl), lamanya 7 tahun. Jadi waktu masuk Stovia, mereka kira-kira berumur 13 atau 14 tahun.

Lama belajar di Stovia mula-mula 8 tahun, kemudian 9 tahun dan akhirnya diperpanjang lagi menjadi 10 tahun. Jadi mungkin mereka itu mendirikan Budi Utomo di tahun-tahun penghabisan pelajaran mereka. Jangan pula dilupakan, dr.Sutomo sendiri mengakui bahwa dr. Wahidin banyak berpengaruh kepada dirinya.

Barangkali setelah di Gedung Stovia ini didirikan Budi Utomo, dr. Wahidin teringat pada cita-cita lamanya untuk memajukan perkumpulan yang menggerakkan kaum intelektual. Maka didirikannya cabang di Yogyakarta.

Waktu itu Wahidin yang telah menjadi dokter, berumur 50 tahun. Jadi tidak mungkin dia yang mendirikan Budi Utomo. Agaknya dia mempegaruhi Budi Utomo, maka didirikannyalah cabang itu.

Perlu pula kita selidiki, kapan Budi Utomo beralih dari perkumpulan mahhasiswa menjadi perkumpulan kaum priayi.

Memang, lambat laun mahasiswa diganti oleh kaum priayi. Para mahasiswa yang mendirikan Budi Utomo kemudian tidak berhenti, tetapi bergerak terus sesudah melihat bermacam-macam pergerakan rakyat, seperti Sarekat Islam dan Indische Partij.

Pada tahun 1915 mereka mendirikan Jong Java, yang kemudian diikuti oleh Jong Sumatranen Bond dan lain-lain. Jadi pemuda Jawa waktu itu mengalih langka, mendirikan pergerakan mahasiswa baru yaitu Jong Java.

Dari Budi Utomo yang sejak mula bergeraknya telaah tersentuh oleh menyingsingnya Fajar Asia, maka mulailah gerakan-gerakan untuk menanamkan cita-cita kemajuan. Karena pada masa itu semuanya masih “tidur”, maka dengan bangunnya Budi Utomo itu tersentak pulalah orang-orang Belanda dari tidurnya, sehingga Mr.Van Deventer menulis di majalah De Gids kata-kata : “Het Wonder is geschied, Insulinde de schoone slaapter, is ontwaakt. “ (Sesuatu yang ajaib telah terjadi. Insulinde, putri cantik yang tidur sudah terbangun).

Itulah pengaruh timbulnya Budi Utomo di Negeri Belanda sendiri, sehingga De Gids, majalah kenamaan di Negeri Belanda yang hanya memuat tulisan-tulisan para ahli mengarang memberika reaksinya.

Tetapi seperti telah saya katakan tadi, Budi Utomo tidak lama menjadi perkumpulan mahasiswa karena seterusnya menjadi perkumpulan kaum priayi sedang (menengah), sedangkan priyayi-priyayi tinggi seperti regent, mempunyai regenten bond.

Perjuangan Budi Utomo terbatas pada mereka yang sanggup atau golongan intelektual. Mereka itu berjuang menuntut kemajuan Jawa.

Tetapi pada masa itu masih berlaku peraturan Belanda, Regeerings Reglement pasal 111, yang melarang mendirikan perkumpulan politik atau yang serupa dengan perkumpulan politik, atau perkumpulan yang bisa mengganggu ketentraman umum. Karena itu Budi Utomo mengutamakan bergerak dalam bidang Sosial dan kultur. Sebab itu saya menganggap Budi Utomo sebagai pendahuluan timbulnya pergerakan rakyat. Suatu kenyataan bahwa perasaan kebangsaan sudah bangun, yang pada mulanya merupakan pergerakan sosial. Jadi Budi Utomo itu mau tak mau talah memasuki bidang politik bagian sosial.

Pada tahun 1908, kira-kira tanggal 28 Desember, Budi Utomo memperoleh rechtspersoon dari pemerintah Hindia Belanda. Tujuan Budi Utomo ialah membantu mencapai kemajuan tanah air dan bangsa yang harmonis di Jawa dan Madura, dengan jalan yang sah dan membantu pula usaha golongan lain yang tujuannya sama.

Itulah tujuan umum yang hendak dicapainya. Selain itu ada pula tujuan khusus, seperti yang tercantum dalam beberapa pasal:

1. Memperhatikan kepentingan pelajaran umumnya (jadi umumnya pendidikan
2. Memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan.
3. Menghidupkan kembali seni dan kepandaian lama serta ilmu pusaka sendiri.
4. Menjunjung tinggi dasar-dasar perikemanusiaan.
5. Lain-lain yang dapatt menjamin penghidupan bangsa yang pantas.

Maka kalau kita perhatikan rencana tujuan di atas, terasa bahwa bukan saja kemajuan yang hendak dicapaiya, melainkan juga hubungan rasa dengan bangsa Belanda diinginkan agar terwujud. Sebab itu dikatakan dalam Pasal 4 : Menjunjung tinggi dasar-dasar perikemanusiaan.

Kita tahu, hubungan antara orang Indonesia dengan orang Belanda pada masa itu jelek sekali. Orang Indonesia dipandang hanya sebagai kuli-kuli semata, masih hina dimata orang Belanda. Malahan mahasiswa yang berasal dari Jawa, kalau datang ke Stovia, tidak dibolehkan memakai sepatu. Jadi begitulah, pakaian pun diubah. Maka terasa juga pada kita adanya sedikit dasar perubahan keadaan. Hal itu sebenarnya sudah memasuki medan politik, tetapi tidak disebut-sebut.

Maka kita lihat, kebangsaan Budi Utomo pada waktu itu terbatas pada bangsa Jawa, Madura dan Bali saja. Itulah salah satu sebab maka dr. Tjipto Mangunkusumo mengundurkan diri dari Budi Utomo, yang kemudian diikuti oleh Soewadi Soerjaningrat.

Telah disebutkan diatas bahwa isi Regerings Reglement pasal 111 ialah melarang perkumpulan politik atau yang bersifat politik. Rapat-rapat pun tidak boleh membicarakan soal-soal politik atau yang bakal merusak ketentraman umum. Semuanya itu terlarang di Hindia Belanda. Terhadap pelanggaran larangan ini akan diambil tindakan yang sesuai dengan keadaan. Demikianlah isi Regering Reglement Pasal 111.

Oleh karena itu, dalam praktek kita lihat Budi Utomo terlalu banyak menitikberatkan kepada pendidikan dan pengajaran. Sekolah-sekolah didirikan, dan ini menarik perhatian kaum intelegensia untuk mulai memperhatikan kemajuan kebudayaan sendiri.

Pada masa permulaan, Bud Utomo boleh dikatakan merupakan gerakan kultur nassionalisme. Di bidang politik mereka tidak bergerak karena dilarang oleh Undang-undang.

Selain Budi Utomo, yang telah kena sentuh oleh pengaruh seperti yang dikatakan diatas, muncul pula pergerakan rakyat yang lain pada tahun 1912. Pergerakan rakyat ini lahir sebagai rentetan peristiwa dalam kesadaran sosial dan politi. Corak politiknya pun tidak nyata keluar, tetapi diselimuti, sedangkan corak sosialnya lebih dimajukan. Pergerakan ini kelihatan sebagai reaksi terhadap sikap orang Cina dan peranakan Cina yang merasa diri mereka sebagai putra dari suatu negara besar yang telah menjadi Republik dengan revolusinya yang berhasil. Mereka dengan sendirinya bangga karena mencapai derajat yang demikian itu. Sekalipun rakyat jajahan, rakyat Cina dahulu menganggap dirinya seperti rakyat negeri Cina juga.

Maka timbullah Sarekat Dagang Islam yang merasakan pertentangan yang timbul antara kaum dagang kita dengan kaum dagang Cina, dalam berebut rezeki.

Sarekat dagang Islam tersebut ada di bawah pimpinan Haji Samanhudi. Tetapi Haji Samanhudi sebenarnya bukanlah orang pertama yang memikirkan perkumpulan serupa itu. Sebelum Haji Samanhudi sudah ada orang lain yang mengemukakan cita-cita Sarekat Dagang Islam, yaitu Raden Mas Tirto Adisurjo yang mula-mula tinggal di Bogor. 

Tirto Adisurjo ialah bekas murid Stovia, seperti juga Soewardi Soerjaningrat. Ia kemudian menjadi pemimpin redaksi majalah Medan Priyayi. Melihat majalah yang dipimpinnya itu jelas dia condong kepada gerakan priyayi. Berturut-turut didirikannya pada tahun 1909 Sarekat dagang Islam di Batavia (Jakarta), dan tahun 1911 Sarekat Dagang Islam di Bogor. Seperti dikatakan olehnya, maksud mendirikan perkumpulan ini ialah untuk menentang perbuatan curang saudagar Cina yang menual bahan batik dengan berpedoman : “Menjual barang yang busuk dengan harga yang mahal.” Ini ucapannya untuk berpropaganda. Tetapi dengan berpropaganda semacam itu tidak akan mendapat banyak pengikut. 
Maka Raden Mas Tirto Adisurjo pun berkeliling ke seluruh Jawa, meskipun yang dikunjungi hanya kota-kota besar saja. Di kota-kota besar itu, masing-masing dianjurkannya mendirikan Sarekat Dagang Islam. Akhirnya dia sampai Sala dan di sana dicobanya pula mendirikan Sarekat Dagang Islam dengan semboyan : “Kebebasan ekonomi rakyat menjadi tujuan, Islam jiwanya, guna kekuatan dan persatuan”. Perkumpulan yang didirikan di Sala itu diketuai oleh Haji Samanhudi, merupakan cabang dari Sarekat Dagang Islam yang ada di Bogor dan diberi nama pergerakan. Sifat perkumpulan itu disebutnya nasional demokratis. Ini berbau politik, tetapi dikemukakan sebagai kata berselimut.
Nama Sarekat Dagang Islam itu tidak lama, karena kemudian dijadikan Sarekat Islam, sebagaimana direncanakan oleh Raden Mas Tirto Adisurjo. Peraturan Dasarnya disusun pada tanggal 9 November 1911, antara lain :

Pasal 1 : Perkumpulan Sarekat Islam akan didirikan pada tiap-tiap tempat di mana terdapat anggota sekurang-kurangnya 50 orang. (Jadi rencananya untuk menyebarkan sarekat Islam di seluruh Jawa, tetapi di tiap-tiap tempat harus ada 50 orang anggota. Kalau anggotanya kurang dari 50 orang, tidak diadakan.)

Pasal 2 : Tujuannya :

1. Mencapai supaya anggota satu sama lain bergaul sebagai saudara. Dasarnya ialah: Agama Islam, menurut perseorangan, satu sama lain sebagai saudara.
2. Memperkuat semangat persatuan dan bahu-membahu antara umat Islam. (Masih didasarkan pada Islam.)
3. Yang lain-lain dengan jalan yang sah yang tidak bertentangan dengan Undang-undang negeri dan pendirian pemerintah. (Jadi tidak boleh bertentangan dengan peraturan negerii dan pemerintah, meninggikan derajat bangsa untuk mencapai perkembangan kemajuan dan kebesaran negeri.)

Sekalipun tidak berpolitik, hal itu sudah merupakan politik. Meninggikan derajat bangsa untuk mencapai perkembangan , kemajuan dan kebesaran negeri hanya bisa dicapai dengan gerakan politik.

Tetapi, di luar dari itu semua, belum didapat keterangan, apa sebabnya waktu itu tidak ada hubungannya dengan Tjokroaminoto.

Sarekat Islam kemudian hari didirikan kembali oleh Raden Oemar Said Tjokroaminoto. Dulu ia bekerja pada salah satu onderneming.

Sarekat Islam ini didirikan kembali atas nama Haji Samanhudi, tetapi dia kemudian menjadi pembantunya. Selain Haji Samanhudi, yang ikut menjadi pendiri ialah beberapa orang saudagar di Sala dan 4 orang pegawai Kasunanan. Perkumpulan ini didirikan berdasarkan Akte Notaris 10 September 1912, jadi setahun sesudah Tirto Adisurjo membuat Sarekat Islam.

Peraturan Sarekat Islam disusun lagi berdasarkan Akte Notaris tersebut di atas. Jadi sampai waktu itu sudah ada dua Sarekat Islam. Yang ppertama ialah yang didirikan Tirto Adisurjo, yang peraturannya tidak dibuat berdasarkan Akte Notaris, melainkan dibuatnya sendiri.

Tujuan Sarekat Islam Kedua:

1. Memajukan semangat dagang.
2. Membantu anggota yang dalam kesusahan. (jadi memperkuat rasa persatuan, kalau ada anggota yang kesusahan dibantu.)
3. Memperbesar kemajuan pengetahuan dan kepentingan ekonomi rakyat. (Ini sudah menuju kepada rakyat. TirtoAdisurjo hanya memperhatikan kaum dagang saja. Tetapi yang kedua ini sudah menuju kepada kepentingan ekonomi rakyat.)
4. Menjaga supaya jangan terdapat pengertian yang salah tentang Islam dan memperkuat penghidupan agama di kalangan rakyat, sesuai dengan undang-undang dari ibadat agama itu masing-masing.

Semuanya itu ditambahkan secara hati-hati dan melalui jalan yang sah, yang tidak bertentangan dengan kesejahteraan umum serta adat-istiadat yang baik. Corak politik masih diselimuti, sebab ada pasal 111 Regerings Reglement yang melarang adanya partai politik. Secara sah ada tujuan politik dalam Sarekat Islam itu, tetapi diselimuti. Sementara itu memang sudah dapat dirasakan adanya gerakan yang akan berkembang ke bidang politik.

Bagaimanapun juga pers Belanda Kolonial tidak diam, karena telah mengerti dan dapat menyelidiki dalam-dalam. Sebab itu gerakan Sarekat Islam dihantam sehebat-hebatnya dalam pers Belanda, malah dituduh menjadi cabang Gerakan Pan Islamisme yang berpusat di Turki.

Sarekat Islam mengadakan kongres yang pertama di Surabaya pada tanggal 26 Januari 1913. Beribu-ribu, mungkin bahkan puluhan ribu mengunjungi kongres itu. Ketika itu belum ada microphone seperti sekarang, sehingga orang yang ingin hadir, mendengar ataupun tidak, tetap pergi ke Surabaya. Pada waktu itu belum ada larangan bagi orang untuk mengadakan rapat di tempat umum. Baru kemudian larangan itu datang, dan rapat hanya dibolehkan dalam gedung tertutup. Jadi waktu itu orang bisa mengadakan rapat di kebun binatang atau di tempat terbuka. Orang datang ke tempat itu sekalipun tidak mendengar, karena tujuannya untuk menunjukkan simpatinya kepada gerakan. Berpuluh ribu orang datang sebagai simpatisan gerakan Sarekat Islam. Karena umat Islam Surabaya banyak sekali yang datang ke kongres, maka diadakanlah rapat umum. Dalam rapat itu haji Samanhudi diakui sebagai pembantu Sarekat Islam, sedangkan ketuanya ialah Tjokroaminoto. Dengan demikian yang diakui di sini ialah Haji Samanhudi, sungguhpun dia sudah didahului oleh Tirto Adisurjo. Sesudah itu Tirto Adisurjo tidak muncul lagi. Walaupun begitu boleh dikatakan dialah yang membuka atau merintis jalan berdirinya Sarekat Dagang Islam.

Sekarang Tjokroaminoto telah mendirikan Sarekat Islam dengan Akte Notaris yang peraturan-peraturannya telah ditetapkan sendiri. Dalam Pidato pembukaan pada kongres tersebut dikatakan oleh Tjokroaminoto bahwa tujuan Sarekat Islam ialah mengangkat derajat bangsa. Itu nyata-nyata disebut, untuk menghindarkan kesan bahwa Sarekat Islam adalah partai politik. Sebab, seperti telah disebutkan diatas, gerakan itu dimana-mana dihantam oleh Pers Putih, dikatakan bahwa Sarekat Islam tidak lain ialah cabang Pan Islamisme yang berpusat di Konstantinopel (Istambul).

Perlu pula kita perhatikan apa yang dikatakannya dalam kongres berdasarkan Regering Reglement No. 55. Dia berkata: “Apabila kita ditindas, kita akan minta pertolongan pemerintah. Kita loyal terhadap pemerintah Belanda. Tidak benar yang kita mau menghasut, tidak benar yang kita mau perang sabil. Siapa yang mengatakan begitu tidak beres otaknya. Kita tidak mau berbuat begitu, seribu kali tidak.”

Ini perkataan di rapat umum, dikatakan oleh Tjokroaminoto. Ia seorang orator yang bukan main hebatnya. Suaranya seperti gon. Barangkali sampai sekarang belum ada yang bisa disamakan dengan dia sebagai orator. Sekalipun Sukarno berpidato hebat, dia tidak bisa mengatasi Tjokroaminoto.

Saya hanya sekali mendengar pidatonya, yaitu tahun 1921 di Deca Park, jakarta, walaupun tidak sempat mendengarkan seluruhnya. Waktu itu ada rapat umum untuk memprotes ancaman Gubernur Jenderal. Tjokroaminoto hampir selesai bicara waktu saya datang. Saya dapat merasakan suaranya yang seperti gong.

Ternyata kongres Sarekat Islam yang pertama di Surabaya itu sangat mempengaruhi kesadaran kebangsaan. Kemudian Sarekat Islam diakui rechtspersoon, tidak secara keseluruhan diakui, tetapi satu-satu atau setempat-tempatnya. Anggota beratus ribu, bahkan pernah mencapai satu juta.

Dengan berdirinya Sarekat Islam di mana-mana, hiduplah perasaan rakyat. Rakyat menjadi tahu merasa-rasakan, tetapi belum pandai mengeluarkan suara.

Sebelum Sarekat Islam berdiri rakyat hanya mempunyai kewajiban, yaitu kewajiban sebagai rakyat, tetapi tidak mempunyai hak sebagai rakyat. Dengan diadakannya Kongres Sarekat Islam pertama, terasalah oleh rakyat bahwa ia mempunyai hak.

Pembicaraan-pembicaraan di dalam kongres dititikberatkan kepada perekonomian rakyat yang harus dilindungi. Kemudian dikemukakan juga tentang kewajiban membela Islam dari tuduhan Pers Putih yang tidak benar. Ditambah lagi dengan anjuran-anjuran untuk memperkuat persatuan Islam. Tetapi diantara baris, terseliplah tujuan politik yang tidak diumumkan. Ucapan yang mengandung tuntutan sebagai perlindungan dari tindasan golongan yang kuat, sering dikatakan.

Kalangan sarjana memandang bangkitnya Sarekat Islam itu sebagai pembentukan hukum atau suatu proses baru tentang pembentukan hukum.

Waktu saya belajar di Negeri Belanda dan mempelajari teori Krabbe, maka terasa bahwa memang benar rakyat sedang merasakan keadilan akan hukum. Jadi proses baru tentang hukum tadi diinsafi oleh kaum intelegensia, bukan saja orang Indonesia tetapi juga orang Belanda.

Orang-orang Belanda yang disebut golongan etis mengakui hal itu dalam surat-surat kabar Belanda. Inilah permulaan dari proses keindafan hukum. Terlihatlah bahwa masyarakat telah membangung alatnya sendiri, yang dulu tidak ada.

Zaman dulu, untuk membicarakan segala rupa persoalan, orang didesa mengadakan rapat atau musyawarah. Kini rapat atau musyawarah itu telah berpindah ke kota-kota, menjadi alat untuk membicarakan apa saja yang dianggap menjadi persoalan. Ini merupakan hal baru. Sebelumnya tidak ada.

Di desa-desa dulu kalau ada apa-apa yang akan dibicarakan, diadakan rapat oleh lurah dan penduduk Desa. Sekarang terasa, rapat atau musyawarah telah menjadi alat pergerakan diluar jentra pemerintah.

Dulu, kakalu masuk Gementeraad (Dewan Kota), orang segera mengetahui bahwa rapat itu diatur oleh pemerintah. Tetapi diluar mekanik jentra pemerintah, kini pengurus perkumpulan dianggap menyorongkan dirinya di antara rakyat dan pemerintah. Jadi hal itu dianggap juga sebagai meringankan beban yang ditekankan oleh pemerintah ke bawah. Pengurus merasakan dirinya sebagai perantara.

Lambat laun timbullah status baru dalam penghidupan yaitu Institut Pemimpin Rakyat yang diakui. Jadi antara pemerintah dan rakyat ada Institut Pemimpin Rakyat yang menyampaikan apa saja yang terasa oleh rakyat kepada pemerintah. Maka mulai saat itu Sarekat Islam menjadi satu masalah sosial. Ini merupakan satu kejadian yang luar biasa.

Saya kira inilah yang menjadi alasan mengapa Gubernur Jenderal Idenburg tidak mau mengakui Sarekat Islam sebagai satu rechtspersoon. Dia hanya mau mengakui tiap-tiap cabang Sarekat Islam, jadi hanya mau mengakui rechtspersoon setempat-setempat,sekalipun statuten-nya dimana-mana sama.

Pada waktu diadakan kongres yang kedua, cabang Sarekat Islam sudah ada 86. Dikatakan cabang, padahal sebenarnya masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Delapan puluh enam cabang itu hanya yang di Jawa saja. Di Sumatra dan lain-lain pulau ada juga, tetap hanya satu dua.

Demikianlah seluruh cabang itu semuanya diakui satu-satu sebagai Sarekat Islam setempat. Alasan Idenburg ialah, kalau diakui seluruhnya sebagai suatu kesatuan, bilaman satu bagian saja bersalah, maka akan disalahkan semua dan dibubarkan semua. Itu alasan logisnya, mengapa ia mengakui Sarekat Islam hanya setempat-tempatnya. Dengan alasan tersebut, Idenburg mengakui satu persatu saja dulu. Alasan itu didasarkan atas Koninklijk Besluit tanggal 14 Mei tahun 1913 yang dapat melarang berdirinya satu perkumpulan atas dugaan dapat mengganggu ketentraman umum, sekalipun perkumpulan itu tidak berbuat apa-apa yang bertentangan dengan statuen.

Apakah benar itu alasan yang dimaksud, saya tidak tahu. Namun umum merasakan bahwa itu sebagai politik divide et empera. Dihasutnya Sarekat Islam yang satu terhadap yang lain.

Kemudian Sarekat Islam mengadakan Sentral Sarekat Islam, yang tujuannya ialah untuk menyatukan Sarekat-Sarekat Islam. Anggota terdiri dari Sarekat Islam satu per satu. Tetapi hal itu baru terjadi kemudian, sesudah tahun 1916.

Demikianlah tentang Budi Utomo sampai Sarekat Islam.

*) Ceramah Bung Hatta di Gedung Kebangkitan Nasional pada tanggal 22 Mei 1974.

SUMBER : dari berbagai sumber  .-

Category: Sejarah Indonesia | Views: 1435 | Added by: edy | Tags: nasional, Indonesia, kemerdekaan, perjuangan, kebangkitan, Sejarah, Kebangkitan Nasional | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
ComForm">
avatar