Home » 2012 » January » 23 » Pidato Bung Karno Di Muka Sidang Umum PBB: To Build The World A New (Bag. Kedua)
8:54 PM
Pidato Bung Karno Di Muka Sidang Umum PBB: To Build The World A New (Bag. Kedua)
Di tahun sembilan belas enam puluh ini, Majelis Umum kembali berkumpul dalam sidang tahunannya. Namum Majelis Umum ini janganlah hanya dianggap sebagi suatu sidang rutin lainnya, dan bila dianggap demikian, bila dianggap sebagai suatu sidang rutin, maka kemungkinan besar Organisasi Internasional seluruhnya ini akan terancam dengan kehancuran.

Camkanlah kata-kata saya, itulah permohonan saya! Janganlah memperlakukan masalah-masalah yang akan Tuan-tuan perbincangkan sebagai masalah rutin. Bila diperlakukan demikian, Organisasi ini yang telah memberikan kita suatu harapan untuk masa depan, suatu kemungkinan-baik akan adanya persesuaian internasional, mungkin akan pecah. Ia mungkin akan lenyap perlahan-lahan dibawah gelombang pertikaian, sebagimana dialami oleh organisasi yang digantikannya. Bila hal ini terjadi, maka ummat manusia sebagai keseluruhan akan menderita, dan suatu impian yang agung, suatu cita-cita yang agung, akan hancur. Ingatlat bukanlah hanya kata-kata yang Tuan-tuan hadapi. bukanlah pion-pion di atas papan catur yang Tuan-tuan hadapi. Yang Tuan-tuan hadapi adalah manusia, impian-impian manusia, cita-cita manusia dan hari-depan semua manusia.

Dengan segala kesungguhan, saya katakan: kami bangsa bangsa yang baru merdeka bermaksud berjuang untuk kepentingan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami bermaksud memperjuangkan suksesnya dan menjadikannya efektif. Badan itu dapat dijadikan efektif, dan akan dijadikan effektif, hanya bila anggota-anggota seluruhnya mengakui tiada terelakkannya jalan sejarah. Badan itu hanya dapat menjadi efektif, bila badan tersebut mengikuti jalannya sejarah, dan tidak mencoba untuk membendung atau mengalihkan ataupun menghambat jalannya itu.

Telah saya katakan, bahwa inilah saat pembangunan bangsa-bangsa dan runtuhnya imperium-imperium. Itulah kebenaran yang sesungguhnya. Berapa banyaknya bangsa-bangsa yang telah memperoleh kemerdekaannya sejak terciptanya Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa? Berapa banyak bangsa-bangsa telah melemparkan rantai penindasan yang membelenggunya? Berapa banyaknya imperium-imperium yang dibangun atas penindasan manusia telah hancur lebur? Kami yang tadinya tiada bersuara, tidak membisu lagi. Kami yang tadinya membisu di alam kesengsaraan imperalisme tidak membisu lagi. Kami yang perjuangan hidupnya tertutup di bawah selubung kolonialisme, tidak tersembunyikan lagi.

Sejak hari bersejarah di tahun Sembilanbelas Empatpulut Lima dunia telah berubah, dan dia telah berubah ke arah perbaikan. Dari zaman pembangunan bangsa-bangsa ini telah muncul kemungkinan – ya, keharusan – akan suatu dunia yang bebas dari ketakutan, bebas dari kekurangan, bebas dari penindasan-penindasan nasional. Kini, saat ini juga, di Majelis Umum ini, kita dapat mempersiapkan diri untuk menempatkan diri kita di dunia masa depan itu, dunia yang telah kita pikirkan dan impikan serta bayangkan.

Hal itu dapat kita lakukan, tetapi hanya bila kita tidak memperlakukan sidang ini sebagai suatu sidang rutin. Kita harus mengakui, bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa menghadapai suatu penimbunan masalah-masalah, masing-masing mendesak, masing-masing mengandung kemungkinan ancaman terhadap perdamaian dan kemajuan secara damai.

Kita bertekad, bahwa nasib dunia, dunia kita, tidak akan ditentukan tanpa kita. Nasib itu akan ditentukan dengan keikut serta dan kerjasama kita. Keputusan-keputusan yang penting bagi perdamaian dan masa depan dunia dapat ditentukan di sini dan sekarang ini juga. Di sini berkumpul Kepala-Kepala Negara dan Kepala-Kepala Pemerintah. Itulah rangka Organisasi kita. Saya sangat mengharapkan agar soal-soal protokol yang kaku serta perasaan sakit hati yang picik, – perasaaan-perasaan perorangan maupun nasional, – tidak akan menghalangi dipergunakannya kesempatan itu sebaik-baiknya. Kesempatan seperti ini tak akan sering ada. Hal itu harus dipergunakan sebaik-baiknya. Kita pada saat ini mempunyai kesempatan unik untuk menggabungkan diplomasi perseorangan dengan diplomasi umum. Marilah kita pergunakan kesempatan itu. Kesempatan tak akan kembali lagi!

Saya menyadari sedalam-dalamnya bahwa hadirnya demikian banyak Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, memenuhi harapan berjuta-juta orang. Mereka itu dapat mengambil keputusan-keputusan yang vital untuk menentukan wajah baru bagi dunia kita ini dan dengan sendirinya juga wajah baru bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Layaklah pada saat ini untuk mempertimbangkan kedudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam hubungan dengan zaman pembangunan dan bangkitnya bangsa-bangsa hari ini.

Ini saya kemukakan: bagi suatu bangsa yang baru lahir atau suatu bangsa yang baru lahir kembali milik yang paling berharga adalah kemerdekaan dan kedaulatan.

Mungkin – saya tidak tahu, tapi mungkin – bahwa rasa untuk memegang teguh permata kedaulatan dan kemerdekaan yang berharga ini, hanya terdapat di lingkungan bangsa-bangsa yang baru bangkit kembali. Mungkin setelah berlalunya beberapa generasi perasaan kebanggaan dan tercapainya cita-cita itu menjadi pudar. Mungkin demikian, tetapi saya rasa tidak.

Bahkan sekarang ini, duaratus tahun kemudian, adalah seorang Amerika yang tidak tergetar jiwanya mendengarkan kata-kata Declaration of Independence? Adalah seorang Italia yang kini tidak menyambut panggilan Mazzini? Adalah seorang warga Amerika Latin yang tidak lagi mendengar gemahnya suara San Martin?

Benar, adakah seorang warga dunia yang tidak menyambut panggilan dan suara-suara itu? Kita semua tergetar, kita semua menyambut, karena suara-suara itu adalah universil, baik mengengenai waktu maupun tempatnya. Suara-suara itu adalah suara umat manusia yang menderita, suara masa depan, dan kita masih mendengarnya sepanjang zaman.

Tidak, saya yakin, seyakin-yakinnya bahwa di dalam kedaulatan dan kemerdekaan nasional ada sesuatu yang kekal, sesuatu yang sekeras dan secerlang permata, dan jauh lebih berharga.

Banyak bangsa-bangsa di dunia ini telah lama memiliki permata ini. Mereka telah biasa memilikinya, tetapi saya yakin, bahwa mereka masih tetap menganggapnya yang paling dicintai di antara milik-miliknya, dan mereka akan lebih baik mati daripada melepaskannya.

Bukankah begitu? Apakah bangsa saudara sendiri akan pernah bersedia melepaskan kemerdekaannya? Setiap bangsa yang patut dinamakan bangsa akan memilih mati! Setiap pemimpinya yang patut disebut pemimpin dari bangsa manapun, juga akan memilih mati! Betapa lebih berharga hal itu bagi kami, yang pernah suatu waktu memiliki permata kemerdekaan dan kedaulatan nasional itu, dan kemudian merasakan dirampasnya dari tangan kami oleh bandit-bandit yang bersenjata lengkap, dan yang kini telah kami rebut kembali! Perserikatan Bangsa-bangsa ini adalah suatu organisasi dari Negara-Negara Bangsa yang masing-masing menggenggam permata itu kuat-kuat sebagai sesuatu yang berharga. Kita semuanya telah berhimpun dengan sukarela, sebagai saudara dan sederajat dalam Organisasi ini. Sebagai suadara dan sederajat, karena kita semua memiliki kedaulatan yang sederajat dan kita semua menganggap kedaulatan yang sederajat itu sama-sama berharga.

Ini adalah suatu badan International. Badan ini belumlah super-nasional ataupun supra-nasional. Badan ini merupakan suatu organisasi Negara-Negara Bangsa, dan hanya dapat bekerja sepanjang Negara-Negara Bangsa menghendakinya.

Apakah kita semuanya dengan suara bulat telah menyetujui untuk menyerahkan suatu bagian dari kedaulatan kita kepada badan ini? Tidak, tidak pernah. Kita telah menerima baik Piagam dan Piagam itu telah ditandatangani oleh Negara-Negara Bangsa yang berdaulat penuh dan sederajat penuh.

Ada kemungkinan, bahwa badan ini harus mempertimbangkan, apakah anggota-anggotanya harus menyerahkan sesuatu bagian dari kedaulatan mereka kepada badan internasional ini. Tetapi jika keputusan yang semacam itu diambil, keputusan itu harus diambil secara bebas, dan dengan suara bulat, dan sederajat. Harus diputuskan sederajat oleh semua bangsa, yang kuno dan yang baru, bangsa yang baru muncul dan yang sudah lama maju dan yang belum maju.

Hal ini bukannya sesuatu yang dapat dipaksakan pada bangsa manapun juga. Selanjutnya, dasar satu-satunya yang mungkin bagi badan semacam itu ialah persamaan yang sejati. Kedaulatan dari bangsa yang paling baru atau bangsa yang paling kecil sama berharganya, sama tidak dapat dilanggarnya, seperti kedaulatan bangsa yang paling besar atau bangsa yang paling tua. Dan selain daripada itu, sesuatu pelanggaran terhadap kedaulatan sesuatu bangsa merupakan suatu ancaman potensiil terhadap kedulatan semua bangsa.

Dalam gambaran dunia inilah, kita harus melihat dunia sekarang ini. Dunia kita yang satu ini terdiri dari Negara-Negara Bangsa, masing-masing sama berdaulat dan masing-masing berketetapan hati menjaga kedaulatan itu, dan masing-masing berhak untuk menjaga kedaulatan itu. Dan sekali lagi saya katakan – dan saya ulang ini karena merupakan dasar dari pengertian terhadap dunia dewasa ini – kita hidup dalam zaman pembangunan bangsa.

Kenyataan ini jauh lebih penting daripada adanya senjata-senjata nuklir, lebih eksplosif daripada bom-bom hidrogin, dan mempunyai harga potensil yang lebih besar untuk dunia daripada pemecahan atom.

Keseimbangan dunia telah berubah sejak hari itu dalam bulan Juni, limabelas tahun yang lalu, ketika Piagam ditandatangani di kota San Franciscco di Amerika, pada saat manusia sedang bangkit kembali dari neraka peperangan.

Nasib umat manusia tidak dapat lagi ditentukan oleh beberapa bangsa besar dan kuat. Juga kami, bangsa-bangsa yang lebih muda, bangsa yang sedang bertunas, bangsa-bangsa yang lebil kecil, kamipun berhak bersuara dan suara itu pasti akan berkumandang disepanjang zaman.

Yah, kami insaf akan pertangungan jawab kami terhadap masa depan semua bangsa, dan kami dengan gembira menerima pertanggung-jawab itu. Bangsa saya berjanji pada diri sendiri untul bekerja mencapai suatu dunia yang lebih baik, suatu dunia yang bebas dari sengketa dan ketegangan, suatu dunia di mana anak-anak dapat tumbuh dengan bangga dan bebas, suatu dunia di mana keadilan dan kesejahteraan berlaku untuk semua orang. Adakah sesuatu bangsa akan menolak janji semacam itu?

Beberapa bulan yang lalu, sesaat sebelum pemimpin-pemimpin Negara-NegaraBesar bertemu sesingkat itu di Paris, tuan Khrushchov menjadi tamu kami di Indonesia. Saya jelaskan padanya sejelas-jelasnya, bahwa kami menyambut baik Konferensi Tingkat Tertinggi, yang kami harapkan berhasil, tetapi bahwa kami skeptis.

Empat Negara Besar itu saja, tidak dapat menentukan masalah perang dan damai. Lebih tepat, barangkali, mereka mempunyai kekuatan untuk merusak perdamaian, tetapi mereka tidak mempunyai hak moril, baik secara sendirian maupun bersama-sama, untuk mencoba menentukan hari depan dunia.

Selama lima belas tahun ini Barat telah mengenal perdamaian, atau sekurang-kurangnnya ketiadaan perang. Tentu saja, ada ketegangan-ketegangan. Memang, ada bahaya. Tetapi tetap merupakan kenyataan, bahwa di tengah-tengah suatu revolusi yang meliputi tiga perempat dari dunia, Barat tetap dalam keadaan damai. Kedua blok besar, sebetulnya, telah berhasil mempraktekkan koesistensi selama bertahun-tahun itu, sehingga dengan demikian membantah mereka yang menyangkal kemungkinan adanya koesistensi.

Kami di Asia tidak pernah mengenal keadaan damai! Setelah perdamaian datang untuk Eropa, kami merasai akibat bom-bom atom. Kami merasai revolusi nasional kami sendiri di Indonesia. Kami merasai penyiksaan Vietnam. Kami menderita penganiayaan Korea. Kami masih senantiasa menderita kepedihan Aljazair. Apa sekarang ini seharusnya giliran Saudara-saudara kita di Afrika? Apakah mereka harus disiksa, sedang luka-luka kami masih belum sembuh?

Toh masih saja Barat dalam keadaan damai. Herankah Tuan-tuan bahwa kami sekarang menuntut, ya, menuntut batalnya siksaan terhadap kami? Herankah Tuan-tuan, bahwa kini suara saya diperdengarkan sebagai protes?

Kami, yang dulu tidak bersuara, mempunyai tuntutan-tuntutan dan kebutuhan-kebutuhan; kami berhak untuk didengar. Kami bukannya barang perdagangan, tetapi adalah bangsa-bangsa yang hidup dan yang perkasa, yang mempunyai peranan didunia ini, dan yang harus memberikan sumbangannya.

Saya pergunakan kata-kata yang keras, dan saya pergunakan kata-kata itu dengan sengaja, karena saya punya pendirian yang tegas mengenai soal itu. Dengan sengaja saya pergunakan kata-kata keras, karena saya bicara untuk bangsa saya dan karena saya bicara di muka pemimpin-pemimpin bangsa-bangsa.

Selain dari pada itu, saya tahu bahwa Saudara-saudara saya di Asia dan Afrika mempunyai pendirian yang sama tegasnya, walaupun saya tidak berani berbicara atas nama mereka.
Category: Seputar Bung Karno | Views: 720 | Added by: edy | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
ComForm">
avatar