Home » 2013 » September » 21 » Bangsa Indonesia Tak mengenal Minoritas
11:07 AM
Bangsa Indonesia Tak mengenal Minoritas
Pidato Bung Karno pada Kongres BAPERKI di Gelora Bung Karno 14 Maret 1963.

Persatuan Bangsa Indonesia dan Minoritas

Bangsa Indonesia hanya mengenal satu bangsa Indonesia yang tiada mayoritas dan tiadaminoritas,


Sudah pernah saya terangkan, kekuasaan imperialisme dulu di Indonesia apa?

Negeri Belanda yang pada waktu itu rakyatnya hanya 6 juta, telah mengalahkan satu bangsa yang 40 juta. 6 Menjadi 7, 40 menjadi 50. 7 Menjadi 8, 50 menjadi 70. 8 juta menjadi 9 juta, sini menjadi 80 juta. Sekarang di sana 10 juta, sini 100 juta.

Pada waktu, imperialisme Belanda mengekang, mengereh, mengalahkan Indonesia, rakjat kecil mengalahkan Indonesia dengan apa? Saya sudah berkata, baca lah kitab dari Sir John Seeley. He, mahasiswa-mahasiswi, Sir John Seeley, menulis satu kitab yang ia beri judul ‘The Expansion of England”. Dan di situ persis ia terangkan juga, bangsa Inggris di India itu berapa orang? Hanya 40 ribu orang Inggris di India bisa mengalahkan satu rakyat yang 230 juta orang. 40 ribu mengalahkan 230 juta orang, dengan apa? Dengan alat-alat terutama sekali memecah-belah bangsa India itu, divide and rule, divide et impera.

Persis di sini pun terjadi demikian. Di sini pun berjalan pemecah- belahan. Di sini pun berjalan divide and rule. Oleh karena itu pernah saya beberkan segala usaha dari imperialisme ini dengan berkata, kekuasaan imperialisme itu ada dua macam.

Factor kekuasaan imperialisme itu dua macam. Ada yang riil, ada yang abstrak. Ada yang bisa dilihat, bisa diraba, ada yang tak bisa dilihat, tidak bisa diraba.

Yang riil yaitu machtsfactor, power factor yang riil. Apa itu? Angkatan perangnya, polisinya, penjara-penjaranya, bedil-bedilnya, meriammeriamnya,

itu ada lah power factor, machtsfactor yang riil.

Tapi ini tidak besar, Saudara-Saudara; lebih besar daripada machtsfactor yang riil ini adalah machtsfactor yang abstrak, yang tidak bisa dilihat, yang tidak bisa diraba. Dan machtsfactor yang abstrak ini apa kah, Saudara-Saudara? Terutama sekali ialah divide and rule policy, pemecah-belahan suku dihasut benci kepada suku yang lain.

Tidak ada persatuan, tidak boleh ada persatuan antara suku-suku Indonesia. Dan tidak boleh ada persatuan antara mayoritas dan minoritas. Dipisah-pisahkan majoritas dari minoritas.

Malahan dibentuk minoritas yang benci kepada mayoritas dan dibuat majoritas ini bencikepada minoritas.

Kalau Saudara ingin mengetahui terjadinya minoritas, yang dinamakan minoritas Peranakan Tionghoa, minoritas Tionghoa di Indonesia ini, pemuda-pemuda, baca lah kitabnya Prof de Haan.

Prof de Haan menulis kitab tebal, tiga jilid, titelnya yaitu "Priangan”, ditulis oleh Prof de Haan. Dan di situ Prof de Haan menerangkan, bahwa pihak Belanda dari jaman Jan Pieterszoon Coen membentuk satu minoritas untuk kepentingan mereka itu.

Satu minoritas yang terdiri dari orang-orang Tionghoa dan Peranakan Tionghoa. Dengan sengaja dipisahkan dari mayoritas. Dengan sengaja dipergunakan untuk kepentingan pihak Belanda sendiri. Dan ini merembes terus-menerus sampai jaman yang akhir-akhir ini,

Rasa tidak senang antara minoritas dan majoritas, majoritas terhadap minoritas. Sampai-sampai yang Thiam Nio itu tadi tak bisa kawin dengan Bung Karno! Ya, dari pihaknya tidak mau, tidak boleh kawin sama orang Jawa, dari pihak saya pun tidak boleh kawin dengan Peranakan Tionghoa.

Saudara-Saudara, bagaimana pun juga ini adalah akibat dari kolonialisme, akibat dari imperialisme.

Maka oleh karena itu, Saudara-Saudara, kita didalaml Republik Indonesia, di dalam alam baru ini kita harus sama sekali tinggalkan dasar yang salah ini. Kita membentuk nation Indonesia yang baru, yaitu sebetulnya pun kelima dari Pancamuka Revolusi Indonesia ini. Dan di dalam hal ini Beperki bisa bekerja keras, bisa memberi sumbangan yang sebesar-besarnya.

Terus terang saya, Saudara-saudara, saya pernah bicara dengan, bukan saja bicara, saya pernah berada di beberapa negara sosialis. Ya di Soviet Uni, ya di Rumania, ya di Bulgaria, ya di Vietnam Utara, ya di Cekoslowakia, ya di Polandia Malah saya di negara-negara itu berkata, hhh, Republik Indonesia lebih jauh dari kamu di sini.

Pernah di kota Hanoi, ibukota negara Vietnam Utara, saya dengan Pak HO, Paman Ho, Ho Chi Minh. Datang lah suatu delegasi, Saudara-Saudara, satu delegasi dari satu golongan minoritas. Dan kelihatan, memang ini tidak sama dengan rakyat Vietnam yang lain. Ini kelihatannya agak kemelaju-melajuan, potongan badannya, roman mukanya, pakaiannya dan lain-lainnya kelihatan benar, ini adalah beda dari rakjat Vietnam Utara yang lain-lain.

Pak Ho, Ho Chi Minh, Paman Ho dengan bangga berkata kepada saya: "Bung Karno, ini adalah delegasi dari minoritas, ingin bertemu muka dengan Bung Karno”.

Saya berkata kepada delegasi itu, dan kepada Pak Ho saya berkata, sebetulnya di Indonesia kita tidak mengenal minoritas. Dan saya tidak mau mengenal minoritas di lndonesia.

Di Indonesia kita hanya mengenal suku-suku. Saya tidak akan barkata, suku itu adalah minoritas, suku itu adalah minoritas, suku itu adalah minoritas, suku Dajak adalah minoritas, suku Irian Barat adalah minoritas, suku yang di Sumatera Selatan itu -suku Kubu- adalah minoritas, suku Tionghoa adalah minoritas,

Tidak! ! !, Tidak ada minoritas, hanya ada suku-suku, sebab mnanakala ada

minorltas, ada mayoritas. Dan biasanya kalau ada majoritas, dia lantas exploitation de la minorite par la majorite, exploitatie dari minoriteit majoriteit.

Saya, tidak mau apa yang dinamakan golongan Tionghoa, Peranakan Tionghoa itu diexploitation oleh golongan yang terbesar dari rakyat Indonesia ini, tidak! Tidak! Engkau adalah bangsa Indonesia, engkau adalah bangsa Indonesia, engkau adalah bangsa Indonesia, kita semuanya adalah bangsa lndonesia.

Itu, yang duduk di sana, jenggot ganteng ubel-ubel itu …. Bung dari mana, Bung? Dari Medan? Dari mana? Coba sini! Siapa namanya? Jawabnya, Amar Singh, katanya. Anggota Baperki. Warga Indonesia. Haa, Indonesia! For me you are not a minority, you are just an Indonesian. Haa, ini orang Indonesia, Saudara-saudara, bukan minoriteit!

Saya kata Sama Paman Ho, di Indonesia itu paling-paling ada suku-suku. Suku itu apa artinya? Suku itu artinya sikil, kaki. Ja, suku artinya kaki. Jadi bangsa Indoaesia itu banyak kakinya, seperti luwing, Saudara-Saudara. Ada kaki Jawa, kaki Sumatera, kaki Dayak, kaki Bali, kaki Sumba, kaki Peranakan Tionghoa, kaki Peranakan. Kaki dari satu tubuh, tubuh bangsa Indonesia.

Nah, Pak Ho, kataku, demikian lah Indonesia. "Ja, that is better”, kata Pak Ho.
Ya memang, itu lebih baik,

Saudara-Saudara, karena itu aku tadi berkata, ya kami bangga, Indonesia lebih, lebih dari di negara-negara sosialis atau negara-negara yang kita kenal sebagai sosialis.
Tetapi, Saudara-Saudara, segala hal itu sebagai saya katakan di dalam pidato Front Nasional, adalah satu perjoangan. 
Jangan mengharap segala sesuatu itu beres, datang dari langit seperti embun di waktu malam, 
Tidak !!! Perjoangan !!!
Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !
Category: Pidato Bung Karno | Views: 823 | Added by: edy | Tags: Soekarno, pidato bung karno, bung karno | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
ComForm">
avatar