Home » 2014 » November » 29 » KH Abdurrahman Wahid
11:27 AM
KH Abdurrahman Wahid

Gus Dur atau KH Abdurrahman Wahid adalah seorang ulama NU yang sangat disegani. Beliau juga pernah menjabat sebagai Presiden RI ke 4 menggantikan Presiden BJ Habibie.

Gus Dur dilahirkan di Denanyar, Jombang-Jawa Timur pada tanggal 4 Sya’ban tepatnya 7 September 1940. Gus Dur terlahir dengan nama Abdurrahman Addakhil, yang berarti Sang Penakluk. Namun kemudian nama beliau diganti menjadi Abdurrahman Wahid. Sedangkan nama panggilannya adalah Gus Dur. Gus artinya mas atau abang.

Gus Dur adalah anak pertama dari enam bersaudara. Beliau terlahir dari kalangan kyai. Kakek dari ayahnya adalah KH Hasyim Asyari seorang ulama terkemuka dan pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia dan Kakek dari ibunya adalah KH Bisri Syansuri.

Ayah Gus Dur adalah KH Wahid Hasyim adalah menteri agama pada tahun 1949 sedangkan ibunya bernama Hj. Sholehah. Gus Dur sendiri masih berdarah Tionghoa, beliau adalah keturunan Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.

Saudara Gus Dur yang lain bernama Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang anak perempuan yang bernama Alisa, Yenny, Anita dan Inayah.
Gus Dur dibesarkan di lingkungan pesantren yang sarat akan nilai-nilai agama Islam, beliau sempat mengenyam pendidikan di Universitas Al Ahzar Mesir dan Universitas Baghdad di Irak.

Gus Dur sangat aktif dalam berorganisasi. Sejak masih kuliah ia sudah terlibat denagn organisasi seperti Asosiasi Pelajar Indonesia dan aktif menulis di majalah yang diterbitkan asosiasi tersebut.

Gus Dur dan NU

Awal keterlibatan Gus Dur denagn organisasi k memasukkan kurikulum dari pemeNU adalah ketika beliau pulang ke tanah air dan mendapati kondisi pesantren yang begitu memprihatinkan. Saat itu pemerintah tidak mau ikut serta membangun prasarana pesantren karena kurikulum pesantren tidak memasukkan kurikulum dari pemerintah.

Dari situlah Gus Dur terpanggil untuk aktif berperan serta membangun pesantren. Beliau masih tetap aktif menulis di surat kabar. Tulisan beliau diterima oleh kalangan luas. Dari situlah beliau akhirnya sering diundang ceramah dan mengisi kuliah tamu. Nama beliau semakin dikenal sebagai komentator sosial.

Gus Dur kemudian ditunjuk menjadi Dekan Fakultas Praktek dan Kepercayaan Islam. Selain itu mengingat latar belakangnya,  beliau juga didaulat menjadi Dewan Penasehat Agama NU.

Tahun 1982, beliau aktif berkampanye untuk PPP, partai berbasis Islam gabungan dari empat partai Islam lainnya termasuk NU. Gus Dur yang saat itu dinilai terlalu vokal, sempat di tangkap aparat, namun ia selalu bisa bebas karena kedekatannya dengan Benny Mordani.

Saat mengetahui bahwa NU dalah organisasi yang termasuk stagnan, Gus Dur tidak hanya diam , beliau terlibat aktif untuk menghidupkan NU. Slah satunya dengan mendiskusikan sebab kestagnanan NU. Akhirnya dicapai kesepakatan bahwa pemimpin NU saat itu yaitu Idham Chalid harus mengundurkan diri. Akhirnya Idham Chalid bersedia mundur.

Setelah itu NU memilih ketuanya dan Gus Dur terpilih sebagai ketua NU yang baru.

Ikut Serta Dalam Reformasi Indonesia

Pada tahun 1998 terjadilah demonstrasi besar-besaran yang menuntut Presiden Soeharto mundur. Hal itu dipicu oleh krisis finansial yang melanda Asia saat itu.

Gus Dur bersama Amien Rais dan Megawati Soekarnoputri emnjadi tokoh yang paling disorot saat itu karena ikut menyetujui dan mendukung jalannya reformasi sehingga ketiga tokoh itu dijuluki sebagai tokoh reformasi Indonesia.

Pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto akhirnya mengundurkan diri. Dengan mundurnya Soeharto, kepemimpinan negara beralih ke BJ Habibie yang saat itu menjadi wakil Soeharto.

Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah pembentukan partai politik baru. Di bawah rezim Soeharto, hanya terdapat tiga partai politik: Golkar, PPP dan PDI. Dengan jatuhnya Soeharto, partai-partai politik mulai terbentuk, dengan yang paling penting adalah Partai Amanat Nasional (PAN) bentukan Amien dan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) bentukan Megawati. 

Pada Juni 1998, banyak orang dari komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru. Ia tidak langsung mengimplementasikan ide tersebut. Namun pada Juli 1998 Gus Dur mulai menanggapi ide tersebut karena mendirikan partai politik merupakan satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Gus Dur menyetujui pembentukan PKB dan menjadi Ketua Dewan Penasehat dengan Matori Abdul Djalil sebagai ketua partai. Meskipun partai tersebut didominasi anggota NU, Gus Dur menyatakan bahwa partai tersebut terbuka untuk semua orang.

Pada November 1998, dalam pertemuan di Ciganjur, Gus Dur, bersama dengan Megawati, Amien, dan Sultan Hamengkubuwono X kembali menyatakan komitmen mereka untuk reformasi. Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat pemilihan presiden.

Gus Dur Terpilih Menjadi Presiden RI ke 4

Presiden Abdurrahman Wahid

Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki kursi mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.

Pada 7 Oktober 1999, Amien dan Poros Tengah secara resmi menyatakan Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden. Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketuaDewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.

Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.

Turunnya Gus Dur Dari Kursi Kepresidenan

Pada 1 Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur. Di Jakarta, oposisi Gus Dur turun menuduhnya mendorong protes tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk berbicara dengan demonstran di Pasuruan. Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada kabinetnya. Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus.

Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001. Namun dekret tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri.

Meninggalnya Gus Dur

Gus Dur menderita banyak penyakit, bahkan sejak ia mulai menjabat sebagai presiden. Ia menderita gangguan penglihatan sehingga seringkali surat dan buku yang harus dibaca atau ditulisnya harus dibacakan atau dituliskan oleh orang lain. Beberapa kali ia mengalami serangan stroke. Diabetes dan gangguan ginjal juga dideritanya. 

Beliau meninggal dunia pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit tersebut, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis(cuci darah) rutin. Menurut Salahuddin Wahid adiknya, Gus Dur wafat akibat sumbatan pada arteri. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.

Gelar Yang Diterima Gus Dur

Gus Dur juga banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lembaga pendidikan:
• Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand (2000)
• Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
• Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Perancis (2000)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand (2000)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)
• Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel (2003)
• Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan (2003)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003)

Category: Presiden | Views: 516 | Added by: edy | Tags: Gus Dur, presiden | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
ComForm">
avatar